PERKEMBANGAN
EKSPOR PASAR BATIK
Pendahuluan
Batik
naik daun dari waktu ke waktu. Batik sudah tidak lagi menjadi bahan yang hanya
disimpan di dalam lemari dan hanya dikeluarkan jika akan dikenakan dalam
acara-acara khusus. Ironisnya, ada sebagian dari masyarakat Indonesia yang
menggunakan kain batik untuk selimut pada waktu tidur. Namun, sekarang banyak
orang berburu batik untuk dipakai sebagai busana, baik busana santai (kasual)
maupun busana untuk acara resmi. Akan tetapi, di Indonesia batik cenderung
digunakan untuk acara resmi karena batik merupakan salah satu pakaian nasional
Indonesia. Di Jawa rata-rata masyarakatnya menggunakan batik pada saat
menghadiri acara pernikahan atau acara resmi lainnya
ISI
A.
Perkembangan
teknik batik
Teknik
membatik pun berkembang. Zaman dahulu teknik batik perintangan dengan malam
dilakukan menggunakan berbagai macam canting. Dalam perkembangannya, tidak
hanya canting saja yang digunakan. tetapi juga bisa menggunakan kuas.
Selanjutnya, pewarnaannya tidak lagi hanya celup tetapi bisa dengan menggunakan
air-brush atau dengan teknik colet. Pengembangan teknik yang tanpa batas ini
akhirnya mampu mengembangkan berbagai efek dan tekstur dalam motif batik masa
kini. Penggunaan batik sebagai busana pun berkembang. Busana yang tadinya
menjadi kebutuhan sekunder, saat ini mengalami pergeseran menjadi kebutuhan
tersier. Pergeseran ini terjadi karena busana mampu menjadi cerminan
kepribadian dan citra diri pemakainya. Melalui busana, orang dapat menunjukkan
jati dirinya, baik sifat dasar, status sosial, kemampuan ekonomi, dan
lingkungan keberadaan. Desain busana batik saat ini sangat beragam. Hal ini
sangat berbeda dengan masa lalu, di mana batik dalam busana hanya digunakan
sebagai rok panjang dengan wiron. Sekarang busana batik bisa dirancang
sedemikian rupa sehingga batik mampu eksis dalam segala suasana. Batik dapat
dijadikan pilihan sebagai media untuk mengekspresikan diri dan sarana untuk
berbusana. Dalam hal ini batik dapat dikreasikan untuk dipakai sebagai busana
dengan teknik lilit tanpa memotong lembaran
B.
Perkembangan
ekspor pasar batik
Seolah jendela dunia bisnis terbuka
lebar ketika pada 2 Oktober 2009 lalu, UNESCO mendeklarasikan batik Indonesia
sebagai warisan budaya dunia. Sejatinya, inilah tantangan bagi kita untuk
mengangkat batik sebagai salah satu pilar ekonomi rakyat. Deklarasi itu
ternyata mampu membangkitkan spirit “berbatik ria” di masyarakat Indonesia.
Kabarnya, penjualan batik di sejumlah gerai batik laku keras alias laris manis.
Inilah euforia batik. Dengan bahasa lebih bening, euforia batik bakal lebih
mendatangkan aura positif bagi pertumbuhan dan pengembangan perekonomian
nasional.
Bagaimana kinerja ekspor batik
nasional? Mari kita lihat realisasi ekspor batik Indonesia selama lima tahun
terakhir.
Nilai Ekspor Batik
Nasional 2004-2009
Tahun
|
Nilai
Ekspor Batik Nasional
|
2004
|
US$
34,41 juta
|
2005
|
US$
12,46 juta
|
2006
|
US$
14,27 juta
|
2007
|
US$
20,89 juta
|
2008
|
USS
32,28 juta
|
Triwulan
I 2009
|
US$
10,86 juta
|
Sumber:
Suara Pembaruan, 3 Oktober 2009.
Realisasi ekspor hingga semester 1
tahun 2009 baru mencapai US$ 10,86 juta. Artinya, baru mencapai 33,64%
dibandingkan dengan kinerja ekspor pada 2008. Banyak yang berharap, euforia
batik bakal mampu mengerek kinerja ekspor batik nasional. Sehingga pada
gilirannya akan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi dan menyerap tenaga kerja.
Pemerintah menargetkan ekspor
Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) – termasuk di dalamnya batik – mencapai
sekitar US$11,8 miliar pada 2009. Itu sedikit meningkat dibanding proyeksi
ekspor tahun 2008 sebesar US$11 miliar. Industri TPT masih menjadi salah satu
industri prioritas yang akan dikembangkan karena mampu memberi kontribusi yang
signifikan bagi perekonomian nasional.
Industri TPT 2006 lalu menyerap 1,2
juta tenaga kerja, tidak termasuk industri kecil dan rumah tangga. Selain itu
menyumbang devisa sebesar US$9,45 miliar pada 2006 dan US$10,03 miliar pada
2007. Secara konsisten industri TPT memberi surplus (net ekspor) di atas US$5 miliar
dalam kurun waktu 10 tahun terakhir ini. Oleh karena itu, pemerintah
menargetkan 2009 ekspor TPT mencapai US$11,8 miliar dengan penyerapan 1,62 juta
tenaga kerja.
Tantangan yang dihadapi industri
batik itu antara lain mengenai Sumber Daya Manusia (SDM). Misalnya, generasi
pembatik umumnya sudah berusia relatif lanjut, sehingga perlu upaya khusus
untuk menggugah minat kalangan muda untuk terjun ke usaha batik. Masalah lain
yang harus diatasi adalah masalah pendanaan, ketenagakerjaan, dan penanganan penyelundupan.
Saat ini industri TPT diakui juga menghadapi masalah daya saing terkait usia
mesin industri tersebut yang sebagian besar (sekitar 75%) berusia sekitar 20
tahun sehingga membutuhkan peremajaan mesin baru untuk bersaing di pasar
internasional dan domestik yang semakin ketat.
Dari sisi teknologi, para pengusaha
industri batik umumnya belum melakukan perbaikan sistem dan teknik produksi
agar lebih produktif dan mutunya bisa sama untuk setiap lembar kain batik. Itu
belum termasuk pemakaian zat warna alam yang masih belum mendapat hasil stabil
satu sama lain. Dilihat dari sisi ketersediaan bahan baku sutera, jumlahnya masih kurang dari permintaan pasar.
Selain itu, serat dan benang sutera umumnya masih impor. Dari sisi pemasaran,
adalah tantangan dari negara pesaing yang semakin meluas antara lain dari
Malaysia, Thailand, Singapura, Vietnam, Afrika Selatan dan Polandia. Segi
pemasaran batik Indonesia juga belum fokus untuk mengangkat batik Indonesia
sebagai high fashion dunia.
Terkait masalah Kak Kekayaan
Intelektual (HKI), ditengarai bahwa motif-motif batik tradisional, belakangan
ini banyak ditiru oleh para perajin dari negara-negara lain. Kondisi tersebut
terjadi karena usaha perlindungan HKI di negara ini belum maksimal. Dalam
kaitan tersebut, sesungguhnya kegiatan dokumentasi motif batik sudah banyak
dilakukan oleh masyarakat, bahkan Departemen Perindustrian telah mendokumentasi
sebanyak 2.788 motif batik dan tenun tradisional dalam bentuk CD (Compact
Disc).
Penutup
Bahwa
batik tidak hanya dibuat sebagai baju saja yang hanya di simpan dilemari,
tetapi bisa dibuat berbagai macam, seperti tas, sandal, selimut, dll.
Perkembangan ekspor batik pun tahun 2009 baru mencapai US$ 10,86 juta. Artinya,
baru mencapai 33,64% dibandingkan dengan kinerja ekspor pada 2008. Banyak yang
berharap, euforia batik bakal mampu mengerek kinerja ekspor batik nasional.
Sehingga pada gilirannya akan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi dan menyerap
tenaga kerja.
Pemerintah menargetkan ekspor Tekstil
dan Produk Tekstil (TPT) – termasuk di dalamnya batik – mencapai sekitar
US$11,8 miliar pada 2009. Itu sedikit meningkat dibanding proyeksi ekspor tahun
2008 sebesar US$11 miliar. Industri TPT masih menjadi salah satu industri
prioritas yang akan dikembangkan karena mampu memberi kontribusi yang
signifikan bagi perekonomian nasional.
Disetiap waktu perkembangan ekspor batik berubah berubah,
tidak menetapi karena adanya sebuah tantangan yang dihadapi industri batik itu
antara lain mengenai Sumber Daya Manusia (SDM). Misalnya, generasi pembatik
umumnya sudah berusia relatif lanjut, sehingga perlu upaya khusus untuk
menggugah minat kalangan muda untuk terjun ke usaha batik. Masalah lain yang
harus diatasi adalah masalah pendanaan, ketenagakerjaan, dan penanganan
penyelundupan.
DAFTAR
PUSTAKA
kainnyahttp://ayundabatik.com/perkembangan-batik-masa-kini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar