Senin, 09 Desember 2013

tuisan 3


MENUNGU KEBERPIHAKAN ANGGARAN PENDAPATAN dan BELANJA NEGARA









Review :

Kisah matinya rakyat atau susahnya hidup orang kecil gara-gara minim atau bahkan nihilnya infrakstruktur sudah terlalu jamak padahal, pemerintah punya modal untuk menghentikan kejamakan itu. Persoalannya, sebagian besar anggaran pemerintah terkuras untuk membiayai kegiatan mengikat, seperti belanja pegaai pemerintah pusat, subsidi energi, transfer daerah yang sekitar 70% nya habis untuk belanja pegaai daerah, dan membayar utang.

Porsi Mini
Dari sisi belanja, APBN-P 2012 telah mencapai Rp. 1.548,2 Triliun. Nilai ini hampir 45 kali lipat dari APBN 2005 senilai Rp. 361,15 triliun. Toh, porsi alokasi belanja modal tak kunjung mendekati ideal miminal, yakni 5% dari produk domestic bruto (PDB).
Belanja modal tahun 2012 dianggarkan Rp. 168,7 triliun atau 2% dari PDB. Jika porsi belanja modal selama 10 tahun terakhir rata-rata 2 persen, artinya anggaran tahun 2012 tak lebih dari sekedar melanjutkan tradisi buruk yang telah ada.
Penderitaan kedua adalah pada penyerapan anggaran yang tak optimal dan menumpuk di akhir tahun. Penyerapan belanja modal per tiga puluh November baru Rp. 90,8 triliun atau 51,6% dari pagu. Artinya, masih ada anggaran RP. 77,9 triliun yang harus terserat pada desember saja. Mengacu pengalaman 2 tahun sebelumnya, lebih kurang 15% anggaran belanja modal tak terserat sampai dengan akhir tahun.
Penderitaan ketiga adalah anggaran belanja modal adalah ditunggangi semngat koruptif. Celakanya, semangat koruptif ini justru mendominasi.
Berdasarkan kajian Institute for Development of Economics dan Finance, hanya 30-40% anggaran belanja modal yang bener-bener terkonversi menjadi fisik infrastruktur. Sisanya tersedot ke biaya administrasi dan birokrasi serta di korupsi.

BBM dan pegawai
Alokasi anggaran pembangunan berhubungan langsung dengan anggaran-anggaran lain yang sifatnya mengikat. Diantaranya yang selalu mendominasi APBN adalah belanja pegawai dan belanja subsidi energy. Tahun 2012, anggarannya masing-masing RP 215,86 triliun dan RP 202,35 triliun.
Berkaitan dengan subsidi energy, tahun ini, realisasinya diperkirakan mencapai RP 312 triliun. Ini adalah nilai yang fantastis karena mencakup hampir 30% dari total belanja pemerintah pusat sebesar RP 1.069,5.
Pemerintah berulang kali menyatakan, 80% subsidi BBM tak tepat sasaran. Toh, kesadaran ini tak dilanjutkan dengan kebijakan berarti untuk mengoreksinya. Ironis dari sisi akal sehat, tetapi tidak dari sisi kepentingan politik jangka pendek.
Menjelang pertengah tahun 2012, pemerintah urung melaksanakan kebijakan larangan pengguna BBM bersubsidi untuk kendaraan roda empat diluar angkutan umum setelah melempar wacana tersebut sekitar 1,5 bulan.
Pemerintah akhirnya lebih memilih kebijakan larangan penggunaan BBM bersubsidi pada kendaraan dinas pemerintah pusat-daerah dan lembaga Negara saja, yang terbukti hasilnya jauh dari signifikan. Sementara rencana kebijakan fisikal berupa kenaikan harga BBM bersubsidi dari RP 4.500 per liter menjadi RP 6.000 perliter batal dalam proses politik di DPR.
Praktis tak ada kebijakan berarti guna mengendalikan subsidi BBM selama tahun 2012. Alhasil, kuota subsidi yang awalnya 40 juta kiloliter (kl) ata senilai RP 137,4 triliun terpaksa di tambah dua kali di tengah jalan. Penambah ini sebanyak 4,04 juta kl atau senilai RP 15 triliun-RP 16 triliun dan 1,23 juta kl atau senilai RP  6 triliun.
Dengan demikian, realisasi konsumsi BBM bersubsidi selama Januari-Desember 2012 diperkirakan mencarapi 45,27 juta kl. Artinya, anggaran membengkak dari pagu RP137 teriliun menjadi RP 222,8 triliun. Ditambah subsidi listrik, total subsidi energi menjadi RP 312 trilin.
Hal lain yang tampak pada APBN 2012 adalah semangat pemborosan birokrasi yang masih kental.
Hal terkonfirmasi pada biaya perjalanan dinas yang justru dianggarakan RP 23,9 triliun atau meningkat hampir RP 6 triliun dibandingkan tahun 2011 senilai RP 18 triliun. Sementara hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan atas perjalanan dinas tahun 2011 menyebutkan adanya 30-40%.
Hal ini menuntut kejujuran, kepekaan, dan keberpihakab dalam pengelolaan anggaran ribuan triliun rupiah sehingga terkonversi dengan baik jadi infrastrukturnyayang menyelamatkan dan memuliakan hidup masyarakat.



Komentar :

Dari data di atas, kita bisa menyimpulkan bahwa pendapatan nasional negara Indonesia lebih kecil daripada anggaran belanja negara. APBN yang tidak teratur ini menyebabkan banyak masalah terhadap rakyat rakyat kecil yang tidak mampu. Banyak warga indonesia yang nyawanya tidak terselamatkan akibat tidak teralokasinya modal pemerintah yang seharusnya bisa lebih mensejahterakan masyarakat. Kebanyakan modal dari pemerintah habis untuk membiayai hutang negara. Disamping itu, semangat pemborosan  anggaran oleh birokrasi sendiri masih kental. Akibatnya, APBN yang terwujud dalam belanja modal hanya tinggal menjadi remah remahnya.

Ini adalah sebuah pelecehan terhadap martabat manusia. Disatu sisi, masih banyak anak sekolah dasar yang terpaksa berenang melintasi untuk pulang pergi sekolah, sementara di sisi lain, pada saat yang sama, triliunan rupiah anggaran menganggur di kas negara. Padahal, APBN seharusnya adalah modal negara untuk hadir di tengah tengah rakyat. Inilah yang menyebabkan mengapa bangsa Indonesia tidak bisa berkembang menjadi negara maju, terlalu banyak hutang negara yang harus dilunasi oleh pemerintah sehingga menelantarkan warga Indonesia sendiri.


 SUMBER

koran kompas tahun 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar