MENUNGU KEBERPIHAKAN ANGGARAN PENDAPATAN dan BELANJA
NEGARA
Review :
Kisah
matinya rakyat atau susahnya hidup orang kecil gara-gara minim atau bahkan
nihilnya infrakstruktur sudah terlalu jamak padahal, pemerintah punya modal
untuk menghentikan kejamakan itu. Persoalannya, sebagian besar anggaran
pemerintah terkuras untuk membiayai kegiatan mengikat, seperti belanja pegaai
pemerintah pusat, subsidi energi, transfer daerah yang sekitar 70% nya habis
untuk belanja pegaai daerah, dan membayar utang.
Porsi Mini
Dari
sisi belanja, APBN-P 2012 telah mencapai Rp. 1.548,2 Triliun. Nilai ini hampir
45 kali lipat dari APBN 2005 senilai Rp. 361,15 triliun. Toh, porsi alokasi
belanja modal tak kunjung mendekati ideal miminal, yakni 5% dari produk
domestic bruto (PDB).
Belanja
modal tahun 2012 dianggarkan Rp. 168,7 triliun atau 2% dari PDB. Jika porsi
belanja modal selama 10 tahun terakhir rata-rata 2 persen, artinya anggaran
tahun 2012 tak lebih dari sekedar melanjutkan tradisi buruk yang telah ada.
Penderitaan
kedua adalah pada penyerapan anggaran yang tak optimal dan menumpuk di akhir
tahun. Penyerapan belanja modal per tiga puluh November baru Rp. 90,8 triliun
atau 51,6% dari pagu. Artinya, masih ada anggaran RP. 77,9 triliun yang harus
terserat pada desember saja. Mengacu pengalaman 2 tahun sebelumnya, lebih
kurang 15% anggaran belanja modal tak terserat sampai dengan akhir tahun.
Penderitaan
ketiga adalah anggaran belanja modal adalah ditunggangi semngat koruptif.
Celakanya, semangat koruptif ini justru mendominasi.
Berdasarkan
kajian Institute for Development of Economics dan Finance, hanya 30-40%
anggaran belanja modal yang bener-bener terkonversi menjadi fisik
infrastruktur. Sisanya tersedot ke biaya administrasi dan birokrasi serta di
korupsi.
BBM dan pegawai
Alokasi
anggaran pembangunan berhubungan langsung dengan anggaran-anggaran lain yang
sifatnya mengikat. Diantaranya yang selalu mendominasi APBN adalah belanja
pegawai dan belanja subsidi energy. Tahun 2012, anggarannya masing-masing RP
215,86 triliun dan RP 202,35 triliun.
Berkaitan
dengan subsidi energy, tahun ini, realisasinya diperkirakan mencapai RP 312
triliun. Ini adalah nilai yang fantastis karena mencakup hampir 30% dari total
belanja pemerintah pusat sebesar RP 1.069,5.
Pemerintah
berulang kali menyatakan, 80% subsidi BBM tak tepat sasaran. Toh, kesadaran ini
tak dilanjutkan dengan kebijakan berarti untuk mengoreksinya. Ironis dari sisi
akal sehat, tetapi tidak dari sisi kepentingan politik jangka pendek.
Menjelang
pertengah tahun 2012, pemerintah urung melaksanakan kebijakan larangan pengguna
BBM bersubsidi untuk kendaraan roda empat diluar angkutan umum setelah melempar
wacana tersebut sekitar 1,5 bulan.
Pemerintah
akhirnya lebih memilih kebijakan larangan penggunaan BBM bersubsidi pada kendaraan
dinas pemerintah pusat-daerah dan lembaga Negara saja, yang terbukti hasilnya
jauh dari signifikan. Sementara rencana kebijakan fisikal berupa kenaikan harga
BBM bersubsidi dari RP 4.500 per liter menjadi RP 6.000 perliter batal dalam
proses politik di DPR.
Praktis
tak ada kebijakan berarti guna mengendalikan subsidi BBM selama tahun 2012.
Alhasil, kuota subsidi yang awalnya 40 juta kiloliter (kl) ata senilai RP 137,4
triliun terpaksa di tambah dua kali di tengah jalan. Penambah ini sebanyak 4,04
juta kl atau senilai RP 15 triliun-RP 16 triliun dan 1,23 juta kl atau senilai
RP 6 triliun.
Dengan
demikian, realisasi konsumsi BBM bersubsidi selama Januari-Desember 2012
diperkirakan mencarapi 45,27 juta kl. Artinya, anggaran membengkak dari pagu
RP137 teriliun menjadi RP 222,8 triliun. Ditambah subsidi listrik, total
subsidi energi menjadi RP 312 trilin.
Hal
lain yang tampak pada APBN 2012 adalah semangat pemborosan birokrasi yang masih
kental.
Hal
terkonfirmasi pada biaya perjalanan dinas yang justru dianggarakan RP 23,9
triliun atau meningkat hampir RP 6 triliun dibandingkan tahun 2011 senilai RP
18 triliun. Sementara hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan atas perjalanan
dinas tahun 2011 menyebutkan adanya 30-40%.
Hal
ini menuntut kejujuran, kepekaan, dan keberpihakab dalam pengelolaan anggaran
ribuan triliun rupiah sehingga terkonversi dengan baik jadi
infrastrukturnyayang menyelamatkan dan memuliakan hidup masyarakat.
Komentar :
Dari
data di atas, kita bisa menyimpulkan bahwa pendapatan nasional negara Indonesia
lebih kecil daripada anggaran belanja negara. APBN yang tidak teratur ini
menyebabkan banyak masalah terhadap rakyat rakyat kecil yang tidak mampu.
Banyak warga indonesia yang nyawanya tidak terselamatkan akibat tidak
teralokasinya modal pemerintah yang seharusnya bisa lebih mensejahterakan
masyarakat. Kebanyakan modal dari pemerintah habis untuk membiayai hutang
negara. Disamping itu, semangat pemborosan
anggaran oleh birokrasi sendiri masih kental. Akibatnya, APBN yang
terwujud dalam belanja modal hanya tinggal menjadi remah remahnya.
Ini
adalah sebuah pelecehan terhadap martabat manusia. Disatu sisi, masih banyak
anak sekolah dasar yang terpaksa berenang melintasi untuk pulang pergi sekolah,
sementara di sisi lain, pada saat yang sama, triliunan rupiah anggaran
menganggur di kas negara. Padahal, APBN seharusnya adalah modal negara untuk
hadir di tengah tengah rakyat. Inilah yang menyebabkan mengapa bangsa Indonesia
tidak bisa berkembang menjadi negara maju, terlalu banyak hutang negara yang
harus dilunasi oleh pemerintah sehingga menelantarkan warga Indonesia sendiri.
SUMBER
koran kompas tahun 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar