FENOMENA OUTSOURCING DI INDONESIA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR
BELAKANG
Dewasa ini, hampir seluruh industri di Indonesia baik kecil
maupun skala besar melalukan praktek outsourcing. Garis besar tujuan perusahaan
melakukan outsourcing adalah agar perusahaan dapat fokus pada kompetensi
utamanya dalam bisnis sehingga dapat berkompetisi dalam pasar, dimana hal-hal
intern perusahaan yang bersifat penunjang (supporting) dialihkan kepada pihak
lain yang lebih profesional. Tujuan ini baik adanya, namun pada
pelaksanaannya,pengalihan ini menimbulkan beberapa permasalahan terutama
masalah ketenagakerjaan. Problematika mengenai outsourcing (Alih Daya)
memang cukup bervariasi, tidak terkecuali di Indonesia. Hal ini dikarenakan
penggunaan outsourcing (Alih Daya) dalam dunia usaha di Indonesia kini semakin
marak dan telah menjadi kebutuhan yang tidak dapat ditunda-tunda oleh pelaku
usaha, sementara regulasi yang ada belum terlalu memadai untuk mengatur tentang
outsourcing yang telah berjalan tersebut. Banyak perusahaan melakukan
outsourcing bukan atas dasar kebutuhan dan sesuai dengan aturan hukum yang ada,
melainkan hanya karena tidak mau repot dengan urusan-urusan ketenagakerjaan.
Perusahaan melakukan oursourcing karena tidak mau direpotkan apabila nanti
terjadi PHK, dan agar tidak perlu memberi pesangon kepada karyawan yang di-PHK.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 DEFINISI
OUTSOURCING
Dalam era globalisasi dan tuntutan persaingan dunia usaha
yang ketat saat ini, maka perusahaan dituntut untuk berusaha meningkatkan kinerja
usahanya melalui pengelolaan organisasi yang efektif dan efisien. Salah satu
upaya yang dilakukan adalah dengan mempekerjakan tenaga kerja seminimal mungkin
untuk dapat memberi kontribusi maksimal sesuai sasaran perusahaan. Untuk itu
perusahaan berupaya fokus menangani pekerjaan yang menjadi bisnis inti (core business), sedangkan pekerjaan
penunjang diserahkan kepada pihak lain. Proses kegiatan ini dikenal dengan
istilah “outsourcing.”
Outsourcing atau alih
daya merupakan proses pemindahan tanggung jawab tenaga kerja dari perusahaan
induk ke perusahaan lain diluar perusahaan induk. Perusahaan diluar perusahaan
induk bisa berupa vendor, koperasi ataupun instansi lain yang diatur dalam
suatu kesepakatan tertentu. Outsourcing
dalam regulasi ketenagakerjaan bisa hanya mencakup tenaga kerja pada proses
pendukung (non--core business unit)
atau secara praktek semua lini kerja bisa dialihkan sebagai unit outsourcing). Outsourcing menjadi masalah tersendiri bagi perusahaan khususnya
bagi tenaga kerja. Oleh sebab itu terdapat pro dan kontra terhadap penggunaan outsourcing, berikut beberapa
penjabarannya dalam table di bawah ini.
Pro – Kontra Penggunaan Outsourcing
PRO OUTSOURCING
|
KONTRA OUTSOURCING
|
-
Business owner bisa
fokus pada core business.
-
Cost reduction.
-
Biaya investasi berubah menjadi biaya belanja.
-
Tidak lagi dipusingkan dengan oleh turn over tenaga kerja.
-
Bagian dari modenisasi dunia usaha
|
-
Ketidakpastian status ketenagakerjaan dan ancaman PHK
bagi tenaga kerja.
-
Perbedaan
perlakuan Compensation and Benefit antara karyawan internal
dengan karyawan outsource
-
Career Path di outsourcing seringkali kurang
terencana dan terarah.
|
2.2
MASALAH UMUM YANG TERJADI DALAM PENGGUNAAN OUTSOURCING
Ø Penentuan partner outsourcing.
Hal ini menjadi sangat krusial karena partner outsourcing harus mengetahui apa yang
menjadi kebutuhan perusahaan serta menjaga hubungan baik dengan partner outsourcing.
Ø Perusahaan
outsourcing harus berbadan hukum.
Hal ini bertujuan untuk melindungi hak-hak tenaga outsource, sehingga mereka memiliki
kepastian hukum.
Ø Pelanggaran
ketentuan outsourcing.
Demi mengurangi biaya produksi, perusahaan terkadang melanggar
ketentuan-ketentuan yang berlaku. Akibat yang terjadi adalah demonstrasi buruh
yang menuntut hak-haknya. Hal ini menjadi salah satu perhatian bagi investor
asing untuk mendirikan usaha di Indonesia.
Ø Perusahan outsourcing memotong gaji tenaga kerja
tanpa ada batasan sehingga, yang mereka terima, berkurang lebih banyak.
2.3
MEKANISME OUTSOURCING DALAM
INDUSTRI DI INDONESIA
Outsourcing di Indonesia sebenarnya sudah dilakukan sejak
tahun 1980-an, model kerja ini disahkan keberlakuannya melalui keputusan
Menteri Perdagangan RI No. 264/KP/1989 Tentang Pekerjaan Sub-kontrak Perusahaan
Pengelola di Kawasan Berikat.
Industri awal yang bersentuhan dengan outsource adalah
industri perminyakan. Bahan bakar yang dimanfaakan oleh konsumen akhir, mengalami
proses panjang dan melalui berbagai perusahaan outsourcing. Dimulai dari
pemilik konsesi lahan, eksplorasi hingga produksi, transportasi, semuanya
dilakukan oleh perusahaan yang berbeda .
Ada beberapa alasan industri melakukan outsourcing yaitu pertama,
efisiensi kerja dimana perusahaan produksi dapat melimpahkan kerja-kerja
operasional kepada perusahaan outsourcing; kedua, resiko operasional perusahaan
dapat dilimpahkan kepada pihak lain. Sehingga pemanfaatan faktor produksi bisa
dimaksimalkan dengan menekan resiko sekecil mungkin; ketiga, sumber daya
perusahaan yang ada dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan lain yang lebih fokus
dalam meningkatkan produksi; keempat, mengurangi biaya pengeluaran (capital
expenditure) karena dana yang sebelumnya untuk investasi dapat digunakan untuk
biaya operasional; kelima perusahaan dapat mempekerjakan tenaga kerja yang
terampil dan murah; keenam, mekanisme kontrol terhadap buruh menjadi lebih
baik.
Pengesahan Undang-Undang Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003,
merupakan landasan hukum bagi pelegalan sistem outsourcing yang menguntungkan
pihak penguasa modal dan sebaliknya merugikan kaum buruh. Berbagai aksi protes
menentang sistem outsourcing merupakan salah satu bentuk dari resistensi
terhadap kepitalisme. Dalam persfektif buruh, outsorcing menjadi sebuah batu
penghalang bagi peningkatan kelayakan hidup bagi mereka. Upah yang murah, tidak
adanya jaminan sosial dan lain sebagainya adalah indikasi dari pengingkaran
kapitalisme terhadap hak-hak buruh yang mencederai human rigth. Berikut adalah
gambaran perbandingan antara hak buruh tetap (Permanent), dan buruh kontrak
(Outsorcing) :
Gambaran Perbandingan Hak Buruh
Tetap (Permanent)
dan Buruh Kontrak (Outsorcing)
HAK-HAK BURUH
|
BURUH TETAP
|
BURUH KONTRAK
|
Upah
Pokok (UP)
|
Minimal
UMK
Tunjangan
Masa Kerja (TMK)
UP=UMK+TMK
|
Hanya
UMK
|
Premi
kehadiran
|
Dapat
|
Tidak
dapat
|
Tunjangan
Jabatan
|
Pada
posisi tertentu ada
|
Tidak
dapat
|
Jaminan
Sosial Tenaga Kerja
|
Dapat
|
Tidak
dapat
|
Jaminan
Kecelakaan Kerja
|
||
Jaminan
Kematian
|
||
Jaminan
Hari Tua
|
||
Jaminan
Kesehatan (Bagi buruh dan Keluarga)
|
||
Uang
Makan dan Transport
|
Dapat
|
Tidak
dapat (Termasuk di dalam upah pokok)
|
Hak
Cuti:
Tahunan,
Haid, dan cuti hamil
|
Dapat,
untuk buruh perempuan yang hamil mendapat cuti 3 bulan dengan dibayar upahnya
|
Tidak
dapat, buruh perempuan ketika hamil diputus kontraknya.
|
Tunjangan
Hari Raya
|
Dapat
|
Tidak
Dapat
|
Pesangon
|
Dapat
(dilindungi oleh Undang-Undang)
|
Tidak
Dapat
|
Keberadaan
buruh berstatus outsourcing pada gilirannya akan melemahkan perjuangan kolektif
buruh melalui serikat buruh, sebagai elemen pemaksa bagi terpenuhinya hak-hak
buruh. Sebab, buruh outsourcing bergerak sebagai individu yang mengadakan hubungan
kerja dengan perusahaan secara langsung, atau buruh yang disalurkan oleh
lembaga outsourcing (jasa penyalur tenaga kerja), kepada perusahaan, para pihak
yang terlibat dalam perjanjian dalam hal ini adalah jasa penyalur tenaga kerja
dan perusahaan, sementara buruh outsorcing sendiri berada di bawah kendali jasa
penyalur.
2.4 SOLUSI JIKA SUATU PERUSAHAAN
MENGGUNAKAN SISTEM OUTSOURCING
Penerapan outsourcing dalam pengembangan
sistem dan teknologi informasi oleh perusahaan tetap masih tepat. Namun perusahaan
perlu memperhatikan hal-hal terkait dengan kesuksesan dalam penerapan outsourcing TI.
Sparrow, 2003 dalam mygreenworld blog ; menyatakan bahwa untuk mendapatkan
keberhasilan dalamoutsourcing IT, maka hal-hal yang harus dilakukan
adalah :
§ Menentukan
tujuan; tujuan utama-pengurangan biaya; beberapa tujuan – value for
money dan pengembangan teknologi; manajemen krisis-untuk mengatasi
kesulitan keuangan.
§ Memahami
tujuan dari para stakeholder.
§ Menganalisa
tujuan yang telah ditentukan.
§ Menyeleksi
vendor outsource.
§ Benchmarking.
§ Perbaikan
internal; staff, system, proses, dan lain-lain.
§ Menentukan
servis yang diinginkan dari vendor outsource.
§ Analisa business
case.
§ Mentransfer
staff.
§ Manajemen outsourcing (pengelolaan
outsourcing, pengukuran keberhasilan, pembatasan dan alokasi resiko serta
pengontrolan).
Dan dalam menentukan vendor hendaknya
memperhatikan kriteria-kriteria berikut:
a.
Pemahaman terhadap kebutuhan bisnis
klien
b. Pengalaman dan kompetensi sumber
daya manusia
c.
Adanya business case yang jelas
d. Adanya perjanjian service level yang
jelas
BAB
III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Outsourcing pada mulanya diciptakan
dalam rangka agar perusahaan dapat berkonsentrasi pada core competencenya, dan
untuk tujuan itu maka kegiatan-kegiatan yang bukan merupakan core competence
perusahaan dialihkan pengerjaannya kepada pihak lain. Selain agar perusahaan
dapat berkonsentrasi pada core competencenya, kegiatan yang dialihkan tersebut
diharapkan dapat dikerjakan dengan hasil yang lebih baik oleh perusahaan lain
yang menerima pekerjaan outsourcing. Keuntungan lain yang didapatkan dengan
melakukan outsourcing adalah adanya penghematan biaya dikarenakan dengan
outsourcing terjadi efisiensi biaya produksi dalam perusahaan. Ini disebabkan
karena pekerjaan yang bukan merupakan keahlian perusahaan dialihkan kepada
perusahaan yang lebih mampu dalam mengerjakan pekerjaan tersebut.
Akan tetapi, dalam perkembangannya
yang terjadi adalah perusahaan banyak menggunakan outsourcing sebagai sarana
pemangkasan biaya secara besar besaran dan melanggar etika dengan menghindari
kewajiban kewajiban yang harus dipenuhi terhadap karyawan yang merupakan hak
hak yang seharusnya diperoleh karyawan. Tindakan ini merupakan bentuk dari pelanggaran
terhadap etika yang dilakukan perusahaan terhadap karyawan dan lingkungannya.
Meskipun pemerintah Indonesia telah membuat dan memberlakukan undang-undang
yang berkaitan dengan sistem, tatacara, peraturan dan penggunaan
outsourcing,tampaknya peraturan perundang undangan ini belum dapat menjamin dan
memastikan pelaksanaan outsourcing yang baik. Peraturan ini jika dicermati
lebih jauh hanya mengatur garis besar dari outsourcing dan pekerjaan-pekerjaan
yang dapat di outsourcingkan hanya merupakan pekerjaan yang tidak menyangkut
kegiatan produksi utama perusahaan.Umumnya merupakan pekerjaan-pekerjaan yang
tidak membutuhkan skill/keahlian yang khusus. Tingkat skill yang rendah
menyebabkan daya tawar karyawan menjadi rendah sehingga dapat dimanfaatkan perusahaan
outsourcing penyedia tenaga kerja untuk menekan harga penawaran jasa kepada
perusahaan perusahaan yang membutuhkan menjadi murah. Selanjutnya sudah dapat
dipastikan terjadi persaingan harga tenaga kerja, mana yang dapat menyediakan
harga tenaga kerja yang lebih murah adalah yang memenangkan pasar. Hal ini
tentu saja sangat merugikan karyawan, hak hak pekerja yang seharusnya dapatkan,
justru tidak diperoleh.
3.2 SARAN
Outsourcing pada dasarnya bertujuan baik untuk perusahaan,
namun agar tidak terjadi pelanggaran hak-hak karyawan, hukum dan etika maka
selayaknya terdapat peraturan perundang undangan yang dapat secara detail dan
menyeluruh menjamin outsourcing dilakukan dengan benar dan tidak melanggar
hukum, etika dan hak hak karyawan, dan dapat mengakomodir kepentingan pengusaha
dan kepetingan pekerja. Perluasan cakupan keahlian tenaga kerja yang dapat
dipergunakan dalam outsourcing akan baik jika ditingkatkan sehingga pekerja
memiliki daya tawar yang kuat terhadap perusahaan. Disamping hal yang disebutkan
diatas, yang terpenting adalah kesadaran moral perusahaan , pemerintah juga
masyarakat akan etika, hak- hak dan kewajiban yang ada dalam outsourcing harus
ditingkatkan, agar ke depan nanti kondisi outsourcing dan pelaksanaan
outsorcing di Indonesia menjadi lebih baik lagi.
DAFTAR
PUSTAKA
http://blog.unsri.ac.id/revolusi_Jalanan/isu-perburuhan/outsourcing-sebuah-pengingkaran-kapitalisme-terhadap-hak-hak-buruh/mrdetail/6616/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar